Renungan Tengah Malam tentang Pemilu Kita

https://tirto.id/mindanao-di-filipina-bukan-indonesia-kenapa-sulit-dipahami-df7T

Pemilu, pesta demokrasi yang membangun tatanan negara, bukan pesta sabu yang bikin seorang doktor ilmu alam, profesional paling brilian, profesor humaniora, pendidik yang gigih, filsuf, wartawan, penekun agama yang taat mendadak jadi koplo. Ya, sebagaimana orang sedang koplo. Blur realita dan bukan. Samar data dan bukan. Ga bisa membedakan trotoar jalan dengan kasur empuk!

Propaganda model Rusia (firehose of falsehood) yang sedang subur dipraktekkan di banyak negara termasuk kita ini kuncinya pada etika dan komitmen elit menjadikan pemilu kompetisi yang membangun kualitas demokrasi. Kemauan publik membangun sendiri literasi media (terutama media sosial). Keseriusan pemerintah dan penegak hukum menjaga koridor aturan.

Saya tertarik dengan ucapan Atika putri Ratna Sarumpaet bahwa,”ibunya hanya berbohong, apakah itu pidana?” Lupa dengan kegaduhan politik, tudingan curiga polisi abai pada tugas melindungi warga negara dan saling tuduh elite tertentu sebagai penganiaya nenek-nenek “Cut Nyak Dien jaman Now”. Ya Tuhan!

Yang kemudian banyak bersambut pro dan simpati atas si cantik Atika. Termasuk politisi membumbui dengan tudingan bahwa rezim tidak adil, ada kerja politik penguasa dan lain-lain yang ujungnya ketidakpercayaan pada sistem. Dan sebagaimana politisi, tudingan dilempar untuk tarik atensi konstituen, begitu diminta pembuktian selalu siap dengan setriliun alasan ngeles!

Pertanyaannya,”apakah arti kemenangan politik itu lebih penting daripada hancurnya bangunan sistem republik yang berdiri puluhan tahun menjembatani keragaman kita?” Well, kalau jawab kita lebih penting elektoral, hmm, layak kita ber-qunut nazilah lebih sering. Kita sedang berada dalam ancaman yang luar biasa : kegagalan sistem sosial.

Komunikasi itu sentral bagi sistem sosial homo sapiens. Peradaban dibangun dari literasi, bahasa yang kemudian membangun struktur sistem sosial.

Analogi sederhana adalah rayap. Rayap punya sistem komunikasi tidak sekompleks bahasa kita, tapi menggunakan kimiawi, apa yang disebut feromon. Feromon inilah pengendali koloni, siapa harus bekerja, siapa bertugas penjaga/ksatria menjaga sarang hingga urusan kawin. Ratu rayap adalah pengendali utama koloni dengan mengeluarkan feromon dasar neoten.

Sebuah eksperimen biologi pernah dilakukan dengan mengoles sebagian pekerja/prajurit dengan feromon dari koloni lain. Apa yang terjadi? Kekacauan komunikasi.

Hasilnya, saling bunuh dan runtuhnya sebuah koloni.

Kawan-kawan sejaringan media sosial,

Saya tidak peduli kalian 02 atau 01. Itu pilihan dari hak politik yang dilindungi konstitusi. Ekspresi vulgar pilihan itu di media sosial pun ga masalah, tidak melanggar undang-undang. Antusias ke TPS itu kewajiban kita sebagai warga negara, kalau perlu coblos pilihan Anda sambil misuhi (dalam hati) foto pasangan yang kalian ga suka.

Tapi saya peduli pada kewarasan kita (terutama saya sendiri). Ayo mulai dari menyaring informasi yang hadir. Menata dan memilih diksi yang baik. Beradu argumen dengan fakta yang diteliti benar. Mendinginkan hati dan meninggikan kualitas nalar sehat.

Ciganjur, 7 februari 2019

Author: Arief Adi Wibowo

Experience Business Executive, Lecturer at Universitas Indonesia (Communication Science/Media Management), Wakil Sekretaris Umum Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama/Ketua IKA Unair/Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s