NEW NORMAL PASKA RAMADHAN

Para sahabat pencari hikmah,
Dunia nyaris tanpa ada persiapan sedikit pun menghadapi pandemi Covid 19. Terlihat betapa gagapnya semua pemerintahan di belahan bumi ini mencari jalan keluar baik menyangkut permasalahan kesehatan, maupun dampak turunannya seperti sosial dan ekonomi. Pun, kita menyaksikan rencana bisnis yang demikian detil dengan segala proyeksi ekspansi menjadi berantakan hanya dalam tempo singkat, kinerja bisnis merosot tajam dan berbuntut merebaknya ancaman pailit.

Padahal seperti baru saja terjadi beberapa bulan lalu, kita melihat optimisme bahwa 2020 adalah tahun pertumbuhan ekonomi dan bisnis. Bangunan pemikiran dan ikhtiar manusia demikian rapuh saat berhadapan dengan microorganism yang struktur RNA-nya jauh lebih sederhana dari anatomi manusia sebagai makhluk yang ahsani taqwim.


Kebimbangan pun menghinggapi jiwa kita karena ketidakpastian seperti kabut tebal yang membuat manusia tidak mampu melihat dengan jernih sesuatu yang akan terjadi dalam diri, bisnis maupun kelangsungan peradaban kemanusiaan itu sendiri. Saat kita berada pada momen ketika tidak berdayanya rasionalitas peradaban manusia, kita menemukan hakikat aksara kun fayakun dalam Qur’an, seperti pada Surah Yasin ayat 82 : Innama amruhu idza ‘arada syai’an an yaquu lahu kun fayakuun.


Para sahabat pencari hikmah,
Ramadhan kali ini harus dijalani harus dijalani berbeda, jauh dari keramaian yang ada selama ini. Ada protokol kesehatan yang harus dipatuhi masyarakat untuk memotong rantai penyebaran wabah. Sebulan sebelum Ramadhan, seperti Bahtsul Masa’il PBNU mengeluarkan pandangan keagamaan dengan mengharamkan kegiatan berjamaah di zona merah Covid 19 atau pusat terjadinya wabah. Demikian juga dengan kegiatan ngaji dan dzibaan dianjurkan dari rumah. Sebuah ikhtiar untuk mencegah wabah memakan korban jiwa lebih besar, upaya menyelamatkan jiwa manusia yang menjadi tujuan pokok beragama.


Di saat hilangnya keramaian, sesungguhnya Allah sedang menghadirkan keheningan dalam ruang hati kita. Momen tak ternilai untuk menemukan Kembali diriNYA dalam kehidupan kita. Berdialog dengan Allah lewat memperbanyak bacaan Qur’an akan meneguhkan kembali hati kita. Karena di dalamnya bertebaran banyak kisah-kisah para rasul yang didalamnya terdapat kebenaran, nasihat dan peringatan yang ditujukan pada para hamba yang beriman.


Kisah terombang-ambingnya “perahu peradaban” manusia di masa wabah pandemi ini sungguh jauh lebih mudah dari gulungan air yang menyapu habis muka bumi di zaman Nabi Nuh dengan kegelapan dan dingin di malam hari sedangkan siang hari di setiap sudut mata memandang yang tersisa adalah air tidak berujung. Tentu saja para pencari hikmah demikian yakin akan menemukan Tuhan di tengah musibah, seperti halnya Nabi Nuh yang bermunajat : “Ya, Tuhanku! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMU sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Dan jika Engkau tidak mengampuniku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang merugi.” (QS Hud :47)


Para sahabat pencari hikmah,
Adalah kehendakNYA yang tertulis dalam Qur’an bahwa kesulitan itu selalu disertai kemudahan di dalamnya. Peradaban barat menerjemahkan setiap ada tantangan (challenge) pastilah ada peluang (opportunity). Atau konsepsi Wei Ji yang dikenal dalam literasi Tiongkok di mana Wei (bahaya atau krisis) berdampingan dengan Ji (peluang). Setiap kesulitan maupun kemudahan adalah sebuah periode yang punya awalan sekaligus akhiran. Pembeda akhir dari tiap manusia yang melewati periode itu adalah bagaimana cara menyikapi dan berproses proses selama periodisasi itu.

Di akhir periodisasi itu adalah suatu kondisi kenormalan baru ( a new normal), kita bisa berharap “new normal” itu dengan bertambahnya kesejahteraan, kesuksesan bangkitnya bisnis dan makin solidnya pertumbuhan ekonomi bangsa.
Bagi orang-orang yang beriman, tempaan ujian Allah juga berarti jalan untuk makin mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

Ketika usai periode tempaan ujian, orang-orang beriman berharap Allah menyematkan gelar taqwa di dalam diri mereka. Terlebih saat kita melewati pandemi Covid 19 di dalam bulan paling mulia Ramadhan, bulan turunnya Qur’an. Tentunya (dan semoga) makin menggelorakan jiwa dan raga kita mengejar derajad baru ketakwaan.

Kondisi spiritualitas yang diabadikan dalam 5 ayat pembuka surah Al-Baqarah, di mana tidak ada keraguan menjadikan Qur’an sebagai petunjuk hidup, beriman pada yang ghaib, melaksanakan sholat dan menginfakkan sebagian rejeki untuk sesama. Manusia-manusia takwa yang meyakini hari akhir, dan diberi petunjuk Tuhannya. Para hamba yang menemukan tingkat kesalehan ritual maupun kesalehan sosial yang meningkat dari setiap periodisasi ujian.
Dan semoga kita semua termasuk didalamnya. Allahuma Aamiin.

(Penulis adalah Pengurus PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Bidang Media, Opini dan Komunikasi Publik)

Author: Arief Adi Wibowo

Experience Business Executive, Lecturer at Universitas Indonesia (Communication Science/Media Management), Wakil Sekretaris Umum Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama/Ketua IKA Unair/Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s