Cangkrukan dengan Menteri Desa dan PDT ini selalu menyenangkan. Pertama, humoris dan ga jaim. Kami sering menertawakan diri sendiri. Seperti saat Pak Eko Putro Sanjoyo ini berkisah pernah ditanya kenapa sering terlihat romantis memegang tangan sang istri di mall. “Oh itu trik saya untuk mengarahkan ibu biar ga ke rute menuju toko tas dia. Bisa keringat dingin saya kalau istri dah masuk toko tas.”
Kedua, pemikirannya tajam tapi nikmat diikuti. Tidak seperti pakar yang gemar berlindung dalam kalimat sulit campur boso asing, Menteri Eko selalu sederhana membuat analogi, dan selalu bisa menggambarkan visi dan filosofis dari tiap pekerjaannya. Ketika dipuji soal ini, dia selalu berkelit,”namanya Menteri desa. Kalau ngomong aja, rakyat di desa mumet, gimana mau jalan program pemerintah.”
Ketiga, semangat dan optimisme dia menular. Seperti ketika dia mumet waktu awal masuk kementerian. Birokrasi kita tumpul karena senioritas mematikan pikiran-pikiran inovatif. Dan praktek KKN yang susah dihadapi. “Tapi bismillah saja. Selama untuk bangsa, saya siap ambil tindakan tidak populer termasuk di kalangan internal birokrasi maupun kader partai sendiri.”
Terakhir, selalu ada “rencana tindak lanjut” dari tiap pembicaraan. Kali ini saya ajak beliau diskusi minta masukan beliau soal pemberdayaan SDM terutama kader kami di pedesaan. Harus berdaya secara ekonomi dan berkelanjutan. “WA atau telp saya kalau ini ga jalan.”
Sayang menteri dari PKB ini secara implisit menyatakan sudah cukup menuntaskan pengabdiannya pada negara sebagai menteri dengan selamat sentosa. “Cukup. Cukup. Saya sudah beri semua yang terbaik selama jadi menteri. Gua mau mulai lagi personal life. Hobi naik sepeda. Dan mulai liburan keluarga yang sudah 5 tahun tidak pernah bisa saya nikmati.”…..
Baiklah, mari kita selesaikan nyeruput kopi hitam pahit kesukaan kami berdua sebelum lanjut ke aktivitas lainnya.
Arief Adi Wibowo
Are You A Strategic Thinker? 