Membaca laporan rutin teman-teman programming bikin sumringah. Trans TV kembali menapaki tangga papan teratas dalam kompetisi. Selamat almamater saya tercinta atas pencapaian ini.
(Dikarenakan ada peraturan larangan sharing data kepemirsaan di media lain tanpa seizin Nielsen jadi tidak kami sampaikan data detil kecuali, channel share Trans TV yang melejit di level 17% meninggalkan kompetitor lainnya).
Pendapat pribadi, momentum ini bukan cuma bisnis tapi multi dimensi.
Di mana konten Piala Dunia bisa menjadi tenda besar yang menarik perhatian seluruh pemirsa di republik ini, atau keleluasaan melakukan cross programming lintas platform sehingga menguntungkan platform tv berbayar Transvision yang juga di bawah bendera Transmedia. Atau untuk Trans TV sendiri ini kesempatan melakukan berbagai manuver programming seperti hammocking dalam upaya memperkenalkan program baru pasca Piala Dunia.
Atau bisnis retail di bawah bendera Trans Retail dan F&B menikmati keuntungan dari lonjakan traffic pengunjung yang ingin menikmati nobar sekalian borong belanja bulanan, dan anak-anak menunggu sambil main games.
Keberanian Pak Chairul Tanjung melakukan akuisisi lisensi Piala Dunia yang super mahal ini juga punya dampak sosial bahkan politik. Konten menghibur ini membuat kubu-kubu yang terkotak karena pilihan politik kembali bersatu dalam seragam tim kesayangan masing-masing.
Ada warna baru dalam percakapan di media sosial. Dari warna buram sehari-hari, di mana urusan jalan tol aja publik gontok-gontokan antara klakson ganti presiden atau jangan lewat ini tol Jokowi. Publik jadi punya hiburan baru melihat aksi Ronaldo. Lepas sejenak dari pertarungan Cebong atau Kampret, tapi saling olok soal penampilan buruk Messi. Atau ikut teriak seperti orang kesakitan saat melihat Neymar dihajar pemain lawan, padahal dia bukan saudara apalagi seakidah.
Rangkulan sejenak dalam seragam tim Spanyol di acara nobar yang diadakan oleh pentolan Projo seperti BudiArieSetiadi misalnya. Tenggelam dalam harapan bersama untuk pulihnya Mohammad Salah di pertandingan berikutnya, meski di luar itu, berbeda partai politik.
Menyatukan yang terserak. Ngopi bareng melupakan Prabowo, Jokowi atau Amien Rais. Di mana ga perlu ada sungkan memuji permainan Rusia yang dihuni sebagian pemain yang anti Tuhan, dibanding Arab Saudi yang muslim.
Bangsa ini butuh rehat, dan banyak hiburan. Terima kasih Pak CT, Transmedia, KVision, Indihome dan semua pihak yang menghadirkan tayangan ini.
Mohon doa restunya Jerman bangkit lagi, meski sampai sekarang, media dan publik negeri sendiri menghujat timnas mereka bahkan melabeli sebagai gerombolan pengecut. Bukan apa-apa, karena jika finalnya Jerman versus Portugal maka saya dan anak saya akan happy banget.
Jakarta, 19 Juni 2018.