Dalam karir broadcast tv, mungkin ini salah satu program masterpiece yang saya banggakan. Menggapai Mimpi. Sungkem untuk Kang Ule untuk idenya.
Banyak teman yang mengkritisi kenapa divisi pemberitaan membuat program semi reality show pengamen jalanan. Bukan produk jurnalistik. Itu sah-sah aja. Tidak usah berdebat wong namanya juga pendapat. Toh saya juga bukan jurnalis atau sarjana komunikasi yang sanggup berdebat soal dalilnya.
Tapi kenapa dia masterpiece karena sampai sekarang program itu masih berdampak pada diri saya. Media itu sendiri sering menampilkan rekaan realita yang jauh dari kondisi sebenarnya. Dan media jarang akrab-akrab dengan narsum yang bukan newsmaker.
Jurnalistik blusukan ini membuka mata saya sebagai manusia yang tumbuh besar dalam sisi kehidupan kota yg nyaman dan berkelimpahan. Menggapai mimpi membuka mata batin untuk melihat sendiri pergulatan hidup yang berat. Mimpi mereka seringkali pendek untuk sekedar mengisi perut hari ini.
Tapi hampir semua, mulai dari bencong-begal-jambret yang ada di lingkungan pengamen ini punya harapan sama : kalau bisa anak, ponakan, adik mereka bisa hidup lebih baik dibanding diri mereka. Pertunjukan ilmu ikhlas yang luar biasa.
Nyanyian mereka mungkin sumbang tapi tulus menyuarakan isi hati mereka. Ada kegalauan di situ. Frustasi. Perih. Tapi masih ada mimpi.